Selasa, 14 Mei 2024

Penangkapan Bambang Widjojanto

Menko Polhukam: Sebagai Kepala Negara, Jokowi Sudah Tegas

Tedjo mengatakan, Jokowi sudah tegas mengatakan agar KPK dan Kepolisian sama-sama menjernihkan suasana

Editor: Sanusi
zoom-inlihat foto Menko Polhukam: Sebagai Kepala Negara, Jokowi Sudah Tegas
Warta Kota/Alex Suban
Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jaksa Agung, HM Prasetyo, dan Wakapolri, Komjen Pol Badrodin Haiti (depan, kiri ke kanan) memberikan penjelasan tentang sikap pemerintah terkait penangkapan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri, di teras Istana Bogor, Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/1/2015). Presiden meminta pada institusi Polri dan KPK untuk memastikan bahwa proses hukum yang ada harus objektif dan sesuai dengan aturan UU yang ada. (Warta Kota/Alex Suban)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menilai pernyataan Presiden Joko Widodo terkait polemik Kepolisian Negara RI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah tegas. Menurut Tedjo, Jokowi telah menggariskan bahwa pemerintah tidak berpihak pada satu di antara dua institusi penegak hukum tersebut.

"Itu sudah tegas sebagai kepala negara, jangan berpihak pada salah satu, ini saya tidak suka. Pernyataannya sudah menyudutkan, enggak boleh," kata Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Sabtu (24/1/2015).

Tedjo mengatakan, Jokowi sudah tegas mengatakan agar KPK dan Kepolisian sama-sama menjernihkan suasana. Jokowi juga meminta proses hukum dilakukan secara benar dan obyektif sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Tidak menginginkan adanya gesekan antara dua institusi, jelas, tegas, sebagai kepala negara, dan itu sudah ditaati kedua institusi, jangan diarah-arahkan yang enggak benar," kata Tedjo.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi seusai pertemuannya dengan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal (Pol) Badrodin Haiti di Istana Bogor, Jumat (23/1/2015) kemarin. Pertemuan tersebut digelar setelah Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka dan menangkap Bambang di tengah jalan, Jumat pagi.

Menurut Tedjo, dalam pertemuan itu, Jokowi meminta KPK dan Kepolisian berkomunikasi dengan baik. "Karena apa, terputusnya komunikasi menurut saya, dulu harusnya ada MoU atau kerja sama untuk koordinasi, tapi sekarang terputus. Nah ini yang akan kita giatkan lagi komunikasi antara KPK, Polri, Kejaksaan Agung," ucap Tedjo.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menilai bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai penangkapan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto tidak tegas. Menurut dia, Jokowi sama sekali tidak memberikan solusi atas kejadian yang menimpa pimpinan KPK itu.

"Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang ketua rukun tetangga (RT). Kita butuh seorang presiden, bukan petugas partai," ujar Anis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Menurut Anis, pernyataan Jokowi tidak mencerminkan seorang kepala negara yang berpihak pada upaya pemberantasan korupsi. Dalam jumpa pers di Istana Negara, Jokowi meminta Polri dan KPK menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan. Proses hukum yang berjalan pun harus diperlakukan secara obyektif.

Anis mengatakan, semestinya Jokowi berani memerintahkan Wakapolri Badrodin Haiti untuk membebaskan Bambang. Ia menilai Jokowi sengaja membiarkan perseteruan antara KPK dan Polri terus terjadi.

Penyidik Bareskrim menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Jumat pagi. Penangkapan Bambang dalam rangka pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi, tahun 2010.(Icha Rastika)

Sumber: Kompas.com
BERITATERKAIT
  • AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
    About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan