Kisah di Balik Jubah Diponegoro yang Batal Dipamerkan di Galeri Nasional

Kisah di Balik Jubah Diponegoro yang Batal Dipamerkan di Galeri Nasional

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikNews
Sabtu, 07 Feb 2015 06:05 WIB
Jakarta -

Jubah Sabil milik Pangeran Diponegoro batal dipamerkan di pameran "Aku Diponegoro" di Galeri Nasional, Jakarta. Sejarawan yang telah meneliti Diponegoro selama 40 tahun, Peter Brian Ramsey Carey, mengungkapkan cerita di balik batalnya jubah itu dipamerkan. Seperti apa?

Jubah Pangeran Diponegoro kini disimpan di Museum Bakorwil II Magelang, Jawa Tengah. (Baca juga: Jubah Pangeran Diponegoro Batal Dipamerkan di Galeri Nasional)

"Karena ada syarat yang sebenarnya tidak bisa kita kabulkan. Sebab mereka (Pemda Magelang) mau bahwa itu dipindahkan dengan bentuk berdiri. Iya kalau jalan mulus sekali seperti Autobahn (jalan tol di Jerman-red) dari Yogyakarta ke sini, mungkin bisa dipikirkan. Tetapi jalan sangat-sangat ruwet, dan bisa rusak total kalau dipindah (dengan cara berdiri)," ungkap Peter Carey.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu disampaikannya usai Curator's Talk pameran "Aku Diponegoro" di Galeri Nasional, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat ( 6/2/2015) malam. Pameran ini sendiri berlangsung 6 Februari - 8 Maret 2015, memajang benda-benda peninggalan Diponegoro, dan berbagai macam lukisan sang pangeran.

Padahal pihak panitia, sudah mendatangkan kurator, termasuk dirinya, dan menjelaskan bagaimana seharusnya jubah itu bisa dibawa dengan aman dengan cara ditidurkan, diluruskan di suatu wadah yang menjamin keamanannya. Namun, rupanya, Pemda Magelang dan Jawa Tengah tetap tidak mengizinkan untuk dibawa.

"Ya, mereka tidak terima jaminan, dan memunculkan syarat yang tidak masuk akal," keluhnya.

Peter yang berkebangsaan Inggris ini kemudian membandingkan di negaranya, misal ada pameran tentang sosok pahlawan seperti William Wallace, yang adalah pahlawan kemerdekaan Skotlandia, ceritanya pernah diangkat dalam film 'Brave Heart' yang dibintangi aktor Mel Gibson. Bila Pemda-pemda Inggris, bekas negara induknya meminjam memorabilia William Wallace untuk dipamerkan, maka Skotlandia tentulah akan meminjamkan.

"Kalau saya dari Skotlandia, saya akan pinjamkan. Ini saya sama sekali tidak mengerti. Mengapa tidak mau meminjamkan untuk warga sendiri yang ingin tahu tentang sejarah dan identitas mereka dan lebih memilih menyimpannya?" keluh profesor tamu di Fakultas Ilmu Budaya UI ini.

Dia juga menyoroti tentang cara penyimpanan jubah itu yang menurutnya kurang pas. Jubah itu, menurutnya, nyaris lapuk dimakan rayap.

"Well, ada beberapa kondisi di mana jubah itu dimakan rayap. Tidak di tempat yang benar. Jubah dimasukkan lemari, tidak ada perlindungan pada rayap. Hanya digantung begitu selama 40 tahun," kritik Peter.

"Ya mungkin mereka takut bahwa di sini, jubah itu dikagumi, mungkin takut tidak dikembalikan. Atau mereka malu kalau itu dalam keadaan rusak. I dont know," tuturnya.

Dalam buku katalog pameran 'Aku Diponegoro', jubah perang sabil Diponegoro usai Perang Jawa 1829 disimpan oleh putra menantunya, Basah Mertonegoro dan disimpan turun temurun selama 100 tahun atau 1 abad. Kemudian pada tahun 1970-an, pusaka itu dipinjamkan secara permanen ke Museum Bakorwil II Magelang, yang memajangnya di Ruang Diponegoro.

Di museum itu, jubah itu menjadi objek pemujaan, para pengunjung kerap menarik sejumput sutra untum disimpan sebagai jimat. Akibatnya, bagian bawah jubah kerap ditambal karena pengambilan ilegal itu.





(nwk/fjp)